foto: ababsi2005.blogspot.com

Hingga sampai saat ini saya tak mengerti dengan sistem  keamanan  yang diterapkan kampus Bina Sarana Informatika (BSI). Begitu memble pelayanannya. Bagaimana tidak, mahasiswa yang kehilangan barang berharga di kampus selalu saja terjadi. Khususnya di area lingkungan mushola kampus.
 
Seperti yang terjadi pada adik kelas saya, Ahmad Salman Farid, Mahasiswa Broadcasting semester 1. Dia kehilangan laptop di Mushola Kampus Fatmawati. Kronologi ceritanya, ketika menjadi imam sholat Maghrib (Kamis,  20 Oktober 2011), Farid meletakkan  tas yang berisi laptop di sampingnya. Usai sholat, ia mendapati laptopnya tak ada di tas; raib. Mengalami kebingungan, bergegas ia melapor ke security. Namun hasilnya nihil. Tindakan sigap Security  tak membuahkan apa-apa sama sekali. 
 
Bergulirnya waktu adik kelas saya malah dituduh berbohong kalau dia mengada-ada dan isu kebohongan itu pun mengalir. Sungguh kejam fitnah yang meluncur itu, Farid seakan sudah jatuh tertimpa tangga. Belakangan saya tahu bahwa security ternyata mau dipecat maka patut dicurigai itu penyebab isu tak sedap itu berhembus.
 
Rasa kehilangan laptopnya begitu terasa salahsatunya ketika Ujian Tengah Semester(UTS) beberapa minggu lalu. Dia tidak diperbolehkan mengikuti ujian oleh dosen hanya karena tak punya laptop.
 
Hal serupa juga terjadi pada teman saya waktu semester dua yang bernama Umar. Dia kehilangan laptop di Mushola (saat itu kondisi Mushola masih memprihatinkan). Modus operandinya pun tak beda jauh; ketika ia menjadi imam, ia meletakkan tasnya di belakang. Usai sholat  ia mendapati tasnya dalam  keadaan kosong. Security yang mencari laptopnya pun  tak optimal, bantuan keamanannya hanya formalitas belaka.
 
Tentu saja masih banyak korban  lain yang tak terkuak ke permukaan bak fenomena puncak gunung es. Berhubung kedua korban yang saya sebutkan  adalah  rekan saya dalam organisasi kemahasiswan yang bernama Badaris (Badan Dakwah Rohani Islam) maka saya tulislah kasus ini, meski saya yakin dari senat maupun BEM sudah  kearah sana.
 
Upaya defensif dari pihak BSI memang sudah ada yakni rambu peringatan berupa spanduk dan papan peringatan yang ditempel di dinding Mushola. Namun itu saja tidak cukup, harus ada progress untuk system keamanan terpadu, misal dengan menyediakan Closed Circuit TV (meski ini terbilang musykil) atau menyediakan tempat penitipan barang (semoga tempat ini segera ada karena Badaris Fatmawati sendiri tidak mempunyai sekretariat, padahal dibawah ada ruangan mubazir yang sering dijadikan tempat nongkrong para mahasiswa meski sudah pernah melobi ke pihak kampus namun tak di-acc). Jika hanya spanduk saja, itu sama halnya berhadapan dengan harimau ompong.
 
Bagi pembaca yang mau mendaftarkan anaknya ke kampus ini harus berpikir dua kali jika pihak BSI masih menerapkan sistem keamanan yang konservatif. Akademi terbesar di Indonesia yang berbintang iklan 'Obama' ini memang biaya kuliahnya murah, namun pelayanannya tak kalah parah.
 

 

 
M.SHOLICH MUBAROK
Mahasiswa Manajemen Informatika Semester 5
Bina Sarana Informatika (BSI)  cabang Fatmawati.
Jakarta Selatan