www.beningpost.com

Berlanjutnya kekhawatiran atas pasar komoditas, perlambatan ekonomi Cina, dan penyesuaian terhadap kenaikan tingkat suku bunga AS telah menimbulkan berbagai gejolak dan kerugian di pasar global sepanjang bulan Januari 2016 ini.
 
Tekanan terus-menerus juga masih dirasakan oleh EURUSD saat pasangan mata uang tersebut merosot ke 1.0718 di minggu pertama bulan Januari, sebelum akhirnya berhasil berjuang naik kembali ke angka 1.0989.
 
Pasar komoditas muncul dengan beragam berita, saat minyak tenggelam di bawah 30 Dolar sementara emas berjaya melewati 1120 Dolar AS per ounce.
 
Kecenderungan penurunan harga minyak terus didominasi oleh oversuplai yang masih terus berlanjut hingga kini, bersamaan dengan adanya kekatiran atas melambatnya permintaan komoditas yang diakibatkan oleh pelemahan global.
 
Penguatan harga emas menandai bahwa investor mungkin melakukan hedging terhadap aset safe-haven tersebut, di mana pada saat yang sama kekhawatiran atas volatilitas pasar internasional dan berlanjutnya tekanan terhadap harga komoditas terus membayangi sehingga menyebabkan proyeksi PDB rendah.
 
"Faktor-faktor tersebut kemudian menerpa mata uang emerging market. Ringgit Malaysia, Rupee, Rupiah dan Naira Nigeria seolah menyentuh catatan terendah terhadap Dolar. Saat USDCNY melompat dari 6.4805 ke 6.6048, ketakutan akan pelemahan nilai tukar mata uang Cina semakin mempercepat penurunan tersebut," ujar Jameel Ahmad, Kepala Analis Forextime. 
 
Jameel pun melanjutkan, risiko tinggi juga masih dihadapi oleh mata uang negara-negara emerging market sebagaimana kekhawatiran atas perekonomian Cina, ditambah dengan pukulan dari bank sentral Cina PBoC yang menaikkan suku bunga acuan USDCNY di awal tahun.
 
Hal ini memperlihatkan dengan sangat jelas usaha Cina untuk kembali menghidupkan momentum perekonomiannya dengan membuat ekspor lebih kompetitif.
 
Memulai tahun dengan cukup kecewa, Rupiah tidak mengalami pengecualian dalam volatilitas. USDIDR bergerak secara dramatis dari 13590 ke 14069, terimbas dari peledakan bom di Jakarta yang mengakibatkan sentimen investor melemah.
 
Penurunan sentimen mata uang emerging market secara keseluruhan juga ikut andil. fundamental pun tidak memberi warna yang bagus dengan target PDB yang meleset dari yang seharusnya 5,7 persen di tahun 2015, ternyata lebih rendah daripada perkiraan yaitu di angka 4,73 persen.
 
“Sebagai negara yang cukup tinggi melakukan ekspor komoditas ke Cina, output PDB diharapkan dapat lebih rendah, dan ini diperkirakan dapat menyebabkan pemotongan suku bunga oleh Bank Indonesia," ujar Jameel. 
 
Secara keseluruhan, Januari adalah bulan yang penuh tantangan bagi mata uang negara-negara emerging market dengan adanya gejolak di pasar minyak dunia, dipadukan dengan kekhawatiran atas perekonomian Cina.
 
(rr/Syam)