www.theglobeandmail.com

Duka di balik hancurnya Aleppo tak bisa lagi disepelekan. Dunia harus membuka mata dan bangun dari kesunyian ini. Apalagi setelah rumah sakit milik Médecins Sans Frontières (MSF) dibom pada Rabu (27/4) sepekan lalu. Serangan Assad atas fasilitas medis itu membunuh sedikitnya 14 orang pasien dan 2 dokter, termasuk dokter Muhammad Waseem Maaz, dokter satu-satunya di Aleppo yang memegang lisensi spesialis anak.

“Di manapun kamu berada, akan terdengar suara ledakan mortir, granat dan jet tempur Assad melayang rendah di atas Kota,” ungkap Valter Gros, pimpinan dari International Committee of the Red Cross's di Aleppo dikutip act.id.

Valter menggambarkan bagaimana buruknya kondisi yang sedang terjadi di Aleppo hari demi hari.
 
“Tidak ada satupun sudut Kota yang tidak terkena serangan. Orang-orang di Aleppo hidup dalam tepian nasib yang tak tentu. Setiap orang disini berada dalam ketakutan hidup, dan mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,” kisah Valter.

Seperti yang terjadi di Distrik Salaheddine, sekitar dua kilometer dari lokasi fasilitas medis MSF yang digempur militer Assad pekan lalu. Jalur menuju ke Salaheddine kini dipenuhi oleh blokade tumpukan reruntuhan tembok dan rongsokan mobil-mobil yang ditinggal pemiliknya.
 
Jejeran militer Suriah di bawah kendali Assad ditempatkan di distrik ini, sebab hampir 50 persen dari distrik ini masuk ke dalam area kontrol rezim pemerintah. Sampai dengan hari ini, ada sekitar 70.000 jiwa, kebanyakan adalah mereka yang terbuang atau mengungsi dari wilayah lain di Aleppo hidup di distrik ini, hanya berjarak beberapa meter dari wilayah kekuasaan oposisi. Terbayang bagaimana mencekamnya Saleheddine dalam tiap waktu yang bergulir. Bom barrel, rudal, ranjau, dan senjata berat lain bisa kapan saja meletus di distrik ini.

Meskipun distribusi bantuan kemanusiaan diperbolehkan masuk ke area yang termasuk dalam kontrol pemerintah, namun urusan keamanan sipil di Saleheddine tak pernah bisa dijamin.
 
 
Bushar Tahar, seorang laki-laki paruh baya berusia 32 tahun yang menetap di Saleheddine menjelaskan, situasi keamanan di distrik Saleheddine  betul-betul di luar kendali. “Very bad situation and is very dangerous because of snipers and random missiles," ungkap Tahar.

Tahar adalah satu dari puluhan ribu jiwa warga di Kota Aleppo yang kini hanya bisa menunggu nasib baik berpihak padanya. Konflik yang terjadi di Suriah, terutama ketegangan di Aleppo dalam dua pekan terakhir adalah mimpi buruk yang harus dilewati Tahar dan keluarganya di Saleheddine, Aleppo.
 
“Saya sudah lupa bagaimana rasa enak semua makanan, saya tak ingat lagi bagaimana rasa telur dan keju,” ungkapnya merekam semua duka di Aleppo.
 
Sumber: albawaba
 
(rr/HY)