www.beningpost.com

Industri minyak dan gas bumi (migas) merupakan salah satu pilar utama ekonomi Indonesia. Sektor ini bukan hanya memerlukan tenaga ahli, tetapi juga dana yang besar. Namun situasi yang berkembang dalam dua tahun terakhir telah menyebabkan kegiatan investasi merosot.
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, iklim investasi yang tidak menarik di sektor migas bukan semata disebabkan turunnya harga minyak mentah dunia.
 
Menurut dia, yang terpenting adalah akibat desain dasar kebijakan pemerintah yang tidak mendukung, terutama di sektor hulu migas.

“Kalau kita telusuri produksi minyak turun konsisten sejak 2000. Itu artinya apa? Setelah krisis besar Asia, kita tidak pernah menyentuh dengan baik area ini,” kata Darmin saat membuka acara IPA Convex 2016 di Jakarta Convention Center, hari Rabu (25/5).
 
Bukan tidak menyadari, ungkap Darmin, tapi ini area yang selalu dianggap cukup rumit dan sensitif untuk disentuh.
 
Pemerintah, lanjut Darmin, berkomitmen untuk mendukung sektor industri migas dan tidak ingin menunda-nunda reformasi kebijakan di sektor ini.
 
Sebelumnya pemerintah telah melakukan sejumlah langkah reformasi, seperti merombak struktur anggaran negara dengan menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM).
 
Tahun lalu, pemerintah melalui Kementerian ESDM, juga telah melakukan penyederhanaan perizinan melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Kendati begitu, disampaikan Darmin, hal itu belum cukup sehingga perlu perbaikan secara terus-menerus. Perbaikan desain dasar industri migas pun tidak hanya menjadi tanggung jawab Menteri ESDM, melainkan perlu dilakukan bersama-sama dengan Menteri Keuangan, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Menteri Agraria, serta Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Kami akan sempurnakan (desain kebijakan) sektor migas pada tahun ini, karena kami tidak punya kemewahan untuk menunda ke tahun depan,” ujar dia.

Ditempat yang sama Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, desain ulang kebijakan di sektor migas diharapkan dapat menciptakan kerja sama yang berkelanjutan antara pemerintah dan pelaku industri migas.
 
“Kita mesti mendesain ulang policy supaya ketemu kemitraan yang berkelanjutan. Kita mesti mereview bagaimana mengatur split, jangka waktu, lokal konten sampai transfer knowledge,” ujar Sudirman.

Dia berharap, acara IPA Convex ke-40 yang mengangkat tema “Shifting Paradigm’s in Indonesia-Supplying Energy in the New Reality” bisa menghasilkan solusi dalam menghadapi tantangan di sektor migas saat ini.
 
Apalagi, menurutnya, ada harapan baru dari tumbuhnya sektor energi baru terbarukan (EBT) dan energi non-konvensional.

“Kemajuan EBT dan energi non konvensional menjadi variabel baru. Kita harus mengetes kembali apakah cara menyelesaikan masalah di masa lalu masih valid sekarang,” katanya.

Di sisi lain, Sudirman mengatakan, ada harapan baru dari penemuan cadangan eksplorasi migas sebesar 21,8 miliar barel setara minyak. Sebelumnya cadangan yang sudah terbukti (proven reserve) sebesar 5,2 miliar barel.
 
“Paling tidak kita punya pipeline baru untuk membuktikan dan mengusahakan sebagai sumber daya baru,” katanya.
 
(rr/Syam)