www.biografi.co

Fraksi Partai Gerindra menilai masih banyak yang perlu direvisi terhadap Perppu Perlindungan Anak atau populer dengan sebutan Perppu Kebiri. Perppu ini memiliki bungkus yang indah, tetapi kosong isinya.

"Meskipun Perppu 1/2016 dihadirkan untuk menguatkan UU Perlindungan Anak tahun 2014, namun sangat disayangkan banyak catatan yang belum diakomodasi dalam Perppu tersebut," kata Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Kamis (25/8).

Laman Teropong Senayan melansir, Perppu No 1/2016 hanya fokus pada para pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Namun, korban yang jumlahnya terus bertambah belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari negara.

"Trauma oleh kejahatan seksual bukanlah trauma yang dapat disembuhkan dengan sekali atau dua kali sesi terapi," ujarnya.

"Sayangnya, negara belum memperkuat sistem rehabilitasi korban. Sehingga dengan keluarnya Perppu 1/2016, kandas pula harapan para aktivis dan keluarga korban yang memperjuangkan hak korban," tambahnya.

Apalagi, ujar Sara, anggaran yang dibutuhkan untuk menjalankan program hukuman tambahan dalam bentuk kebiri kimiawi dan chip elektronic tidaklah kecil. Bukan karena obat kebiri kimiawi yang mahal, tetapi cara pengimplementasiannya masih belum jelas.

Karena itu, Partai Gerindra menilai akan jauh lebih baik jika Perppu hukuman kebiri disiapkan secara matang dan memberikan solusi yang komprehensif.

"Perppu yang diterima oleh DPR RI masih jauh dari harapan. Dan jika Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak menyatakan bahwa Perppu ini adalah 'kado indah bagi anak-anak Indonesia', maka kami menyatakan (Perppu) ini indah bungkusnya, tetapi kosong isinya," tegas Sara.

"Kami juga menegaskan bahwa sikap Fraksi Gerindra atas Perppu ini bukan tanpa dasar. Tetapi berdasarkan masukan dari aktivis dan penggiat perlindungan korban kejahatan seksual dalam menyikapi kebijakan pemerintah ini," ujarnya.

(rr/HY)