www.antaranews.com

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan siap mundur dari jabatannya terkait keputusan dia mengaktifkan kembali Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta, pada 12 Februari 2017.

Tjahjo tetap berkeyakinan pada pendiriannya bahwa tidak perlu memberhentikan Ahok, meski sudah menjadi terdakwa dugaan penistaan agama.

"Tapi ini kan masalah hukum, kalau saya salah, saya siap bertanggung jawab, saya siap diberhentikan. Siap karena ini yang saya pahami dua tahun sebagai menteri," kata Tjahjo, di Istana Negara, Jakarta, Selasa, (21/2).

Tjahjo mengatakan, beberapa kepala daerah yang terlibat kasus juga tidak diberhentikan karena tuntutan hukumnya hanya empat tahun. Sementara pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kepala daerah diberhentikan kalau tuntutan dalam perkaranya di atas lima tahun.

"Kalau KPK kan jelas, lebih dari lima tahun pasti terdakwa ditahan ya langsung saya berhentikan. Kalau ini kan baru ada dua kasus yang di Gorontalo dan Pak Ahok yang bukan masalah korupsi dan dua-duanya terdakwa, dan dua-duanya tidak ditahan," ujar Tjahjo. 

"Ada multitasfsir menurut tim hukum Kemendagri," mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan itu menambahkan.

Sebelumnya, dinukil Viva.co.id, Ahok kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta usai cuti saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, 12 Februari 2017. Persoalan itulah yang kemudian menjadi kontroversi.

Pemerintah dinilai bersikap tidak adil. Alasannya, Ahok merupakan terdakwa kasus penodaan atau penistaan agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra, Demokrat, PKS di DPR menggulirkan usulan Panitia Khusus Hak Angket terkait diaktifkannya kembali Ahok yang berstatus terdakwa. Mereka menduga ada pelanggaran terhadap UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1 dan ayat 3.

(rr/HY)