Rumah Dijual

Kasus mega korupsi e-KTP ditengarai merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun. Jika dialokasikan untuk rumah murah, dana tersebut setara dengan biaya pembangunan 19 ribu unit rumah.

Siaran pers portal properti Lamudi Indonesia yang diterima di Jakarta, Jumat (24/3) menyayangkan terjadinya dugaan korupsi e-KTP. Apalagi nilai kerugian terhadap keuangan negara sangat besar, Rp2,3 triliun. Dana besar itu seharusnya bisa digunakan untuk kemaslahatan orang banyak, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menurut Eddy Ganefo, Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) untuk membangun satu unit rumah subsidi pengembang harus mengeluarkan dana 90 persen dari total penjualan. Jika satu unit rumah subsidi dijual seharga Rp135 juta, maka pengembang harus mengeluarkan dana pembangunan sekitar Rp120 juta.

Berpatokan kepada angka tersebut, maka dana korupsi e-KTP sebesar Rp2,3 triliun bisa untuk dipakai membangun 19 ribu rumah murah.

Menurut Mart Polman, Managing Director Lamudi Indonesia, angka kekurangan rumah (backlog) di Indonesia harus ditangani serius. Sebab, tingkat kebutuhan terus meningkat, sementara pasokannya belum optimal.

“Angka kebutuhan akan rumah setiap tahunnya terus meningkat, sementara harga rumah terus naik. Oleh karena itu pemerintah  harus bisa menyediakan perumahan yang murah namun layak huni”, ujar Polman.    

Sekadar catatan, saat ini angka kekurangan rumah di Indonesia yang dirilis Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat (PUPR) mencapai 11,4 juta unit, turun dari data acuan RPJM 2015-2019 sebesar 13,5 juta unit.

(rr/TS)