Okezone News

Polres Metro Jakarta Utara Kombes Dwiyono mengatakan, aktifitas pesta kaum gay di salah satu ruko di Kelapa Gading, Jakarta Utara telah dilakukan selama setahun lebih.

Dari keterangan pihak pengelola yang diamankan, setiap hari Ahad, diadakan pesta dengan menghadirkan penari striptis.

Pengunjung yang datang, lanjut Dwiyoni tidak hanya dari Jakarta, pengunjung juga banyak dari luar daerah.

"Untuk kegiatan ini memang tempat fitness sudah 3 tahun yang lalu. Namun digunakan yang seperti ini kurang lebih 1 tahun. Utamanya hari Minggu cukup ramai dan mereka tiap hari Minggu mengadakan even, sebuah pertunjukan striptis laki-laki yang dilihat oleh para tamu," ujar Dwiyono di Mapolres Jakarta Utara, Senin (22/5).

Sementara itu, pengamat sosial mencurigai, kasus ratusan gay yang melakukan pesta seks di Kelapa Gading, Jakarta Utara itu didorong oleh sejumlah faktor, salah satunya demi kepentingan ekonomi dan budaya.

Pengamat sosial Musni Umar mengatakan, dia prihatin dengan kasus gay yang melakukan pesta sex di Kelapa Gading, Jakarta Utara semalam. Sebabnya, LGBT itu sejatinya bertentangan dengan Pancasila yang mana dalam sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Secara pribadi-pribadi, memang sulit untuk menyetop atau melarangnya. Namun, bila LGBT itu sudah dalam bentuk komunitas, lalu menyebarluaskan paham LGBT itu, tentu kita harus menolaknya secara tegas," ujarnya seperti dikutip dari SINDOnews, Senin (22/5).

Dia menerangkan, LGBT itu sejatinya paham yang berkembang di dunia barat hingga akhirnya masuk ke Indonesia. Di Indonesia, umumnya masyarakat menolak tentang LGBT itu karena memang bertentangan dengan Pancasila.

Secara tersirat, beber Musni, intisari Pancasila itu tak membolehkan adanya free sex, termasuk hubungan sesama jenis, hubungan dengan lawan jenis di luar pernikahan, dan penyebaran paham yang merusak moralitas bangsa, yakni paham LGBT.

Adapun keberadaan LGBT, tambah dia, sebagaimana yang ada di Kelapa Gading, Jakut, dicurigai memiliki sebuah kepentingan karena pesta seks para gay itu dilakukan secara bergerombol atau komunitas, seperti kepentingan ekonomi dan budaya.

"Keberadaan komunitas LGBT itu, dimanfaatkan pula untuk kepentingan ekonomi, dia menyusun dan meminta dana dari pihak-pihak penyebar paham itu, agar keberadaannya di Indonesia terus ada," jelasnya.

"Lalu, kepentingan secara global, merusak budaya dan moralitas bangsa Indonesia ini dengan mengembangkan free sex melalui label LGBT," katanya.

(rr/HY)