SINDOnews

Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari YLBHI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum UI, dan Indonesia Corruption Watch (ICW), menuntut Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mundur dari jabatannya.

"Kami mendesak Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mundur dari jabatannya karena memang sudah saatnya," tutur Peneliti ICW Lalola Easter dalam konferensi pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (4/8).

Lalola menilai tidak ada progres yang bisa dibanggakan selama Prasetyo menjabat Jaksa Agung. Prasetyo dianggap gagal melakukan pengawasan dan mendorong perbaikan di internal kejaksaan. "Di awal pengangkatannya sendiri itu banyak yang meragukan karena dia berafiliasi dengan parpol. Kerjanya juga tak maksimal," ujar dia.

Selama dipimpin Prasetyo satu dekade lebih, kejaksaan belum dapat melakukan reformasi internalnya dengan membangun birokrasi yang bersih, transparan dan akuntabel. "Justru di bawah kepemimpinannya ada lima orang jaksa yang ditangkap KPK," ujar dia.

Sementara itu, Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Miko Ginting mengatakan tuntutan mundur terhadap Jaksa Agung HM Prasetyo adalah hal yang wajar. Apalagi, lanjut dia, selain lima jaksa yang ditangkap KPK di bawah kepemimpinan Prasetyo, juga ada tujuh pejabat kejaksaan yang ditangkap oleh Saber Pungli.

"Jadi tuntutan mundur ini beralasan dan sebagai bentuk pertanggungjawaban," kata dia dikutip dari laman Teropong Senayan.

Opsi selain tuntutan mundur dari jabatan, jelas Miko, yaitu presiden harus menilai dan mengevaluasi kinerja Prasetyo selama menjabat jaksa agung. "Kalau tidak mundur, maka Presiden harus menilai apakah jaksa agung yang dipilihnya itu sudah menunjukan performa sesuai harapan atau tidak," papar dia.

(rr/HY)