eksplorasi.id

Ekonom senior Dr Rizal Ramli mengatakan, penyebab utama semakin buruknya kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat karena kebijakan makro ekonomi yang super konservatif. Beberapa diantaranya, tim ekonomi Jokowi hanya memiliki prioritas utama bayar pokok dan bunga utang.

"Rp512 Triliun untuk tahun 2017, infrastruktur prioritas ketiga Rp387 Triliun. Tidak ada kreatifitas untuk mengurangi beban utang dengan cara seperti Debt-to-Nature SwapLoan Swap dan lainnya," jelas Rizal dalam keterangan tertulisnya kepada, Senin (7/8).

Mantan Menko Perekonomian ini menyebut tim ekonomi rajinnya ngeles. "Ini kok rajinnya ngeles. Online (bisnis) lah jadi penyebab retail anjlok. Let get straight, kebijakan makro ekonomi super konservatif itu penyebab anjlok. Jadi nggak perlu ngeles lagi, cari solusi agar keluar dari kebijakan ekonomi super konservatif," ujarnya.

Mantan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya itu juga menilai tim ekonomi Jokowi hanya fokus pada austerity (potong-potong/pengetatan). Itu dilakukan hanya sekadar untuk mengamankan kepentingan kreditors, i.e. pembayaran utang.

"Tidak ada growth story, memacu sektor-sektor unggulan yang competitive dan cepat hasilkan devisa seperti tourismelectronics dan lainnya," kata Rizal.

Mantan Kepala Bulog itu juga menilai tim ekonomi Jokowi melihat macro economics seolah-olah hanya soal inflasi dan APBN. Padahal kata Rizal, banyak cara untuk memicu infrastruktur di luar APBN seperti revaluasi aset. Rizal pun bercerita dia berhasil mendorong asset BUMN naik Rp800 triliun dan pajak Rp32 triliun pada tahun 2016 lalu.

"Selain revaluasi aset juga harusnya lakukan sekuritisasi aset, BOT/BOO untuk infrastruktur di Jawa (daya beli dan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi)," tambah Rizal.

Rizal juga menyayangkan pertumbuhan kredit dibawah tim ekonomi Jokowi yang hanya mencapai 10%. Menurutnya, untuk mencapai target ekonomi tumbuh 6,5% maka kredit perlu tumbuh 15 hingga 17%.

"Tapi harus tetap prudent," ujar Rizal.

Rizal juga mengkritisi soal kebijakan pemotongan subsidi dan pajak yang diuber-uber. Ironisnya penguberan pajak itu termasuk untuk golongan menengah bawah seperti petani tebu dan yang memiliki akun Rp 1 miliar.

"Upaya turunkan batas minimum kena pajak Rp 4,5 juta. Kalau berani yang top 1 % dong. Di negara yang lebih canggih pengelolaan makro ekonominya, mereka longgarkan fiskal, pajak dan moneter ketika ekonomi slowdown. Nanti kalau sudah membaik, baru diuber," lanjut Rizal.

Dia mengaku mendapatkan data jika penjualan sepeda motor saat ini turun 5%. Selain itu, pertumbuhan konsumsi listrik hanya 2% yang biasanya bisa mencapai 9%. Pertumbuham omset semen pun disayangkan Rizal hanya mencapai 3% yang biasanya 10%.

"Dari pada rajin ngeles, mungkin lebih simpatik akui trend-trend factual dan umumkan langkah-langkah yang akan diambil dan time-framenya. Lebih asyik ndak perlu ngeles lagi. Sudah terang benderang, cari solusi keluar dari kebijakan makro ekonomi konservatif," pungkas mantan Kabulog ini. 

(rr/HT/HY)