Ilustrasi | Tempo

Rencana pemerintah untuk memulai impor LNG dari Singapura tidak mendapat dukungan wakil rakyat di Senayan.

Anggota Komisi VII DPR RI Ahmad M Ali menyayangkan impor liquefied natural gas (LNG) untuk pasokan PLN dari perusahaan minyak dan gas (migas) asal Singapura, Keppel Offshore & Marine LNG.

"Awalnya kami mengira ini hanya sekadar rencana mengingat besarnya Kargo LNG kita yang tidak laku setiap tahun," kata Ahmad dalam keterangan tertulis kepada KONTAN pada Ahad (10/9). 

Menurut Ahmad, harga mungkin bisa jadi pertimbangan pemerintah karena kabarnya perusahaan tersebut menawarkan harga sekitar US$3,8 per mmbtu.

"Mungkin kalau logikanya b to b, bisa jadi cocok dengan harga itu karena memang terbilang murah. Tetapi pemerintah harus ingat bahwa PLN adalah perusahaan negara yang harusnya bisa saling mengisi dengan Pertamina, terutama membeli Kargo LNG dalam negeri," terangnya. 

Kata Ahmad, PLN sebagai perusahaan listrik negara dapat menjadi mitra strategis dengan Pertamina untuk mendorong lahirnya kawasan industri berbasis energi gas.

Berdasar data ESDM,  jika tidak ada permintaan terhadap LNG dalam negeri, jumlah kargo LNG yang tidak terserap akan terus bertambah hingga 2035 dengan rata-rata jumlahnya mencapai 50-60 kargo per tahun.

Di sisi lain, PT Perusahaan Gas Negara (PNG) menyebut impor LNG seharusnya tidak dilakukan. Pasalnya produksi gas domestik hingga saat ini masih surplus.

"Ada beberapa sumur yang sudah diproduksi mau dijadikan LNG itu masih mencari pembeli. Ini tugas kita bersama agar,gas yang di dalam negeri dipakai di dalam negeri untuk pasar sendiri dulu," imbuh Head of Marketing and Product Development Division PGN, Adi Munandir,  Kamis (8/9) lalu.

Surplus produksi gas di dalam negeri menurut Ali disebabkan oleh masih rendahnya penyerapan gas oleh industri dalam negeri.

Hal ini dipicu oleh aktivitas industri yang tengah melambat.

Padahal, harga gas domestik dibandingkan dengan harga gas di China sudah cukup rendah. Pemerintah juga punya otoritas penuh untuk menentukan harga gas dalam negeri.

(rr/HY)