www.beningpost.com

Jumlah sampah plastik saat ini sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Untuk itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memacu pengurangan sampah plastik mulai dari produsen.

Demikian terungkap saat forum diskusi Pojok Iklim di kantor KLHK, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Pojok Iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang praktik terbaik dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Diskusi dibuka oleh Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Sarwono Kusumaatmadja dan dipandu oleh Penasehat senior Menteri LHK Suryo Adiwibowo.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik, mengungkapkan ada tren peningkatan komposisi sampah plastik sekitar 5%-6% per tahun sejak tahun 2000-an. “Ini peringatan buat kita semua,” kata dia.

Ujang solihin yang akrab dipanggil Uso, menuturkan, hal itu tidak lepas dari tingginya penggunaan plastik sekali pakai oleh masyarakat. Hasil survei dan riset sampah plastik KLHK 2015 & 2018 mencatat jumlah pemakaian kantong belanja plastik di 32 ribu retail modern anggota Aprindo pada 2016 sebesar 9,85 miliar lembar/tahun. Selanjutnya, pada 2018 terjadi peningkatan pengguna kantong belanja plastik 870 juta lembar.

Meski demikian, dia mengungkapkan, ada keinginan bersama masyarakat untuk berubah. Hal itu terlihat dari besarnya dukungan publik saat KLHK mendorong kebijakan kantong plastik tidak gratis. Saat ini sejumlah pemerintah daerah juga pelaku ritel bahkan sudah tidak lagi menyediakan kantong plastik sekali pakai.

Uso mengingatkan perlunya perubahan pradigma dalam pengelolaan sampah. Selama ini sebagian besar sampah berakhir ditimbun (landfill) di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sementara yang didaur ulang hanya sekitar 10%-12%.

Ke depan, kata Uso, sampah harus dicegah dan dikurangi dari awal produksi. Timbunan sampah pun sebisa mungkin diguna ulang. “Sementara yang di-landfill maksimal 20%,” katanya.

Menurut Uso, untuk memacu pengurangan sampah sejak awal, Menteri LHK Siti Nurbaya telah meneken Peraturan Menteri No P.75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen pada 5 Desember 2019 lalu. Berdasarkan peta jalan (road map) tersebut, jumlah sampah yang diproduksi oleh produsen ditarget berkurang hingga 30% pada 2029.

Sementara itu Chief Sustainability Officer, APP Sinar Mas, Elim Sritaba, mengungkapkan, sebagai kontribusi dalam upaya pengurangan sampah plastik, pihaknya berhasil menciptakan kertas kemasan makanan yang bisa terurai hampir 100%, yakni Foopak Bio Natura dan Bio Container.

Elim menuturkan, salah satu persoalan dalam kertas kemasan yang ada saat ini adalah penggunaan lapisan plastik untuk mencegah serapan air, minyak atau suhu ekstrem. Kertas kemasan dengan lapisan plastik tipis itu ternyata malah sulit didaur ulang dan butuh biaya tinggi.

“Tim riset APP Sinar Mas telah berhasil mengembangkan teknologi lapisan tanpa plastik yang memastikan Foopak Bio Natura dan Bio Container bisa terurai hampir 100% bahkan tanpa perlakuan khusus,” ujarnya. 

Elim mengakui harga kertas kemasan Foopak Bio Natura dan Bio Container tentu lebih tinggi dibandingkan dengan  kemasan plastik. Meski demikian, jika dihitung dengan biaya yang mesti dikeluarkan di proses pengelolaan sampah, maka secara keseluruhan tetap lebih murah dan yang paling penting tidak ada landfill.

“Lebih baik keluarkan sedikit di awal, dari pada mesti keluarkan biaya besar dan proses yang sulit di belakang untuk mengelola sampah plastik dan pasti ada resiko mencemarkan laut,” tambah Elim.

Elim menyatakan, pengembangan produk kertas kemasan ramah lingkungan adalah bagian dari implementasi dokumen Peta Jalan Keberlanjutan dan Kebijakan Konservasi Hutan APP Sinar Mas.

(rr/Syam)