www.beningpost.com

Setelah sukses dalam Webinar Series tentang digital marketing pada 7 September lalu, kali ini Indonesia Marketing Association (IMA) menyelenggarakan Webinar Series 2 yang berbicara mengenai literasi keuangan dan perlindungan konsumen di era digital yang dihadiri oleh lebih dari 1.000 peserta dari berbagai undangan asosiasi jasa keuangan seluruh Indonesia pada Selasa, 17 November 2020.

Kali ini, IMA berinisiatif menyelenggarakan webinar dan bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan melibatkan para pelaku sektor keuangan di Indonesia, mulai dari Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA), Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), hingga Asosiasi Modal Ventura Indonesia (AMVI).

Semuanya hadir untuk membagikan informasi dan pengetahuan baru bagi masyarakat Indonesia tentang literasi keuangan dan perlindungan konsumen, khususnya di era digital.

IMA merupakan asosiasi yang erat kaitannya dengan layanan keuangan dan perlindungan konsumen, karena anggotanya yang berasal dari beragam kalangan, yaitu para profesional, pemerintahan, pendidik, serta entrepreneur yang tentunya menggunakan beragam layanan jasa keuangan mulai dari Perbankan, Pembiayaan, Asuransi, hingga layanan dari Teknologi Keuangan (Tekfin).

Dalam beberapa tahun terakhir setelah era electric beralih ke era digital, banyak sekali perubahan drastis terjadi. Selain memberikan manfaat, era digital saat ini juga memiliki peluang disalahgunakan oleh berbagai pihak. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu langkah terobosan agar seluruh pengguna jasa keuangan digital merasa bermanfaat, aman, dan nyaman dalam melakukan aktivitas jasa atau layanannya.

Dalam keynote speechnya, Tirta Segara, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi mengatakan, kita perlu terus mendorong literasi keuangan dan mengedukasi secara spesifik setiap lapisan masyarakat. Digitalisasi terjadi di seluruh aspek baik transportasi, traveling, dunia hiburan, perbelanjaan dan tentunya di bidang keuangan.

Selain banyak manfaat yang diperoleh, di sisi lain setiap tahun terus bermunculan financial technology (fintech) ilegal dan investasi bodong yang jumlahnya mencapai ribuan akun. Dari sisi nilai, kerugian akibat kejahatan siber mencapai Rp 8.160 triliun per tahun. Sehingga diperlukan sinergi yang baik dari berbagai lembaga terkait untuk menghadapi tantangan ini secara bersama-sama.

Jadi, kata Tirta, kita harus melindungi kedua sisi, yaitu konsumen serta lembaganya, sehingga akhirnya akan diperoleh peningkatan tingkat kepercayaan bagi semua stakeholders jasa keuangan tersebut. Oleh sebab itu, program perlindungan konsumen di era digital menjadi semakin penting dan krusial.

Menurut Tirta, setiap jasa keuangan harus diawasi dengan dua fokus, yaitu pertama prudential, yang mencakup seperti kesehatan individu Lembaga Jasa Keuangan (LJK), profil risiko, rasio keuangan dan manajemen atau operasional dan yang kedua fokus market conduct, yaitu mengawasi perilaku Pelaku

Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dalam berhubungan dengan konsumen. OJK tidak bisa melakukan sendiri tanpa kolaborasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga lainnya.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di 2013 tingkat literasi keuangan Indonesia masih berada di angka 21,8% dan hasil indeks inklusi keuangan mencapai 59,7%, lalu kemudian meningkat di tahun 2019 dengan tingkat indeks literasi keuangan Indonesia di angka 38% dan indeks inklusi keuangan berada di angka 76,2%. Namun, sebagai pembanding, angka indeks inklusi Indonesia masih berada di bawah negara ASEAN lainnya. Misalnya Singapura 98%, Malaysia 85%, Thailand 82%.

Adapun tingkat indeks literasi keuangan tercatat baru 38%, artinya, banyak masyarakat Indonesia ikut ke dalam sistem keuangan, tapi belum paham tentang transaksi dan masalah keuangan tersebut. Oleh sebab itu, meskipun angka indeks literasi tersebut mengalami kenaikan, banyak sekali kejadian-kejadian yang diperkirakan disebabkan oleh kurangnya literasi dari segi keuangan. Inilah yang dimaksud dengan tantangan bersama.

Berbagi ke Banyak Orang

President IMA, Suparno Djasmin mengharapkan bahwa diskusi seperti Webinar yang dilakukan IMA ini perlu dibagikan ke banyak orang, agar literasi dan inklusi keuangan dapat semakin baik, serta para konsumen dan penyedia jasa keuangan dapat terhindar dari kerugian. Webinar series ini, tutur Suparno Djasmin, sejalan dengan visi IMA, yaitu sebagai wadah untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan mewakili kepentingan para profesional pemasaran dan kewirausahaan.

Suparno mengungkapkan terima kasih kepada Tirta Segara Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi serta seluruh Ketua atau Sekretaris Jendral (sekjen) yang mewakili enam asosiasi jasa keuangan yang telah berbagi bagaimana untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, terutama untuk menciptakan rasa aman, nyaman dan bermanfaat dalam transaksi jasa keuangan di era digital sekarang ini.

Pada kesempatan yang sama, Honorary Founding Chairman IMA, Hermawan Kartajaya dalam special remarks pada webinar IMA tersebut mengatakan, perlindungan konsumen dan literasi merupakan suatu peluang bisnis. Dan satu hal yang penting, manusia tidak dapat didigitalisasi atau tidak akan bisa digantikan oleh mesin.

“Yang bisa diganti itu hanya fungsi-fungsi tertentu. Manusia harus naik lagi fungsinya ketika fungsi yang lama diganti dengan fungsi yang baru. Oleh karena itu, untuk mencapai titik harmoni, diperlukan keseimbangan digital antara manusia dan teknologi,” ujar Hermawan.

Hermawan juga menginformasikan akan ada buku Marketing 5.0 yang akan dirilis pada awal tahun depan untuk menjawab berbagai tantangan di bidang marketing saat ini.

(rr/Syam)