www.beningpost.com

Hari raya identik dengan hidangan lezat penggugah selera mulai dari yang manis, gurih, atau pedas. Dorongan untuk melahap semua hidangan untuk menghadiahi diri sendiri setelah satu bulan berpuasa dapat membahayakan kesehatan tubuh.  

Tak bisa dipungkiri makanan yang disajikan pada Hari Raya biasanya bersifat tinggi kalori, tinggi kolesterol dan mengandung garam, gula, dan lemak yang juga tinggi.

Alih-alih nikmat yang didapat, pola makan ‘balas dendam’ di Hari Raya sering kali menimbulkan ancaman penyakit seperti kolesterol, hipertensi, dan diabetes. Perlu diwaspadai juga, hal ini tidak hanya berdampak pada usia lanjut, tetapi juga kalangan muda di usia produktif. 

Makanan berkolesterol tinggi berisiko menyebabkan penumpukan plak pada pembuluh darah, sehingga pembuluh darah mengeras, kaku, dan menyempit. Hal ini dapat mengganggu aliran darah, jantung dipaksa untuk bekerja lebih keras agar dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh.

“Dampaknya adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi. Ini akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit yang terkait,” kata Tomoaki Watanabe, Direktur OMRON Healthcare Indonesia.

“Karena itu kami menyarankan Anda untuk rutin memeriksa tekanan darah secara mandiri, khususnya pada saat Hari Raya ketika Anda kesulitan untuk mengendalikan keinginan untuk menikmati makanan yang mengandung garam, gula, dan lemak yang tinggi,” tambahnya dalam acara Webinar hari ini, Rabu (20/4). 

Hipertensi kerap menjadi alasan utama kunjungan ke fasilitas kesehatan pasca-Lebaran. Hipertensi merupakan ancaman serius bagi kesehatan yang dapat membahayakan organ vital seperti jantung, otak, dan ginjal.

Di seluruh dunia, menurut WHO, prevalensi hipertensi diperkirakan mencapai 1,28 miliar untuk rentang usia 30 sampai 79 tahun. 

Sementara di Indonesia, prevalensi hipertensi untuk perempuan usia 30-79 tahun meningkat 12 persen dari 32,4 persen pada 1990 menjadi 44,5 persen pada 2019. Demikian juga laki-laki pada kelompok usia sama juga meningkat dari 28,7 persen ke 35,9 persen.

Studi Non-Communicable Disease Risk Factor Collaboration (NCD-RisC) yang diterbitkan di jurnal The Lancet pada Agustus 2021 ini menganalisa data dari 1.200 studi nasional di seluruh dunia untuk menemukan perubahan dalam prevalensi hipertensi pada kurun waktu 1990-2019 itu. 

Dokter Spesialis Gizi Klinik Dr. Juwalita Surapsari mengatakan, menjaga asupan makanan di Hari Raya sangat dianjurkan agar kita terhindar dari berbagai penyakit berbahaya, termasuk hipertensi. Dia menyarankan beberapa tips agar kesehatan tetap terjaga saat Hari Raya, yaitu:

  • Perbanyak asupan buah dan makanan berserat. 
  • Hindari makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi seperti gorengan dan daging merah yang dimasak terlalu lama.
  • Pilih makanan dengan kandungan Omega-3 tinggi seperti ikan, telur, kacang kenari, dan biji chia.
  • Jika tidak bisa dihindari, maka kurangi makanan berkolesterol tinggi dengan memakan hanya satu saja hidangan jenis ini. Misalnya hanya makan opor ayam di hari pertama Lebaran, tanpa semur daging, dan rendang di satu hari yang sama.
  • Makan dengan piring kecil. Piring kecil tentunya memuat lebih sedikit makanan dibanding piring besar, sehingga porsi makanan yang kita makan tidak terlalu banyak. Piring kecil juga menimbulkan ilusi bahwa kita sudah memakan satu piring penuh, sehingga mencegah kita untuk makan secara berlebihan.
  • Hindari atau kurangi makanan manis berkalori tinggi seperti aneka kue yang mengandung banyak gula, tepung dan mentega.
  • Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung serat larut seperti wortel, ubi, alpukat, brokoli, lobak, apel, dan kacang merah. 

“Selain itu tak lupa berolahragalah secara teratur. Lakukan minimal 30 menit sehari, tiga sampai lima kali seminggu. Serta hentikan juga kebiasaan merokok dan monitor tekanan darah Anda secara teratur,” kata Dr. Juwalita Surapsari.  

Selain mengatur asupan makanan, menjaga tekanan darah tetap terkontrol adalah keharusan dan itu bisa dilakukan melalui monitoring tekanan darah secara berkala. Hal ini penting untuk dilakukan karena hipertensi sering kali tidak menunjukkan gejala tetapi bisa berakibat fatal, atau biasa disebut sebagai “the silent killer”. WHO menyebutkan bahwa sekitar 46 persen orang dewasa yang mengidap hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya memiliki tekanan darah tinggi.  

Memonitor tekanan darah secara berkala dapat membantu kita mengetahui kondisi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Tekanan darah yang normal menunjukkan bahwa suplai darah yang berisi oksigen dan makanan ke seluruh organ tubuh terjaga dengan baik. Jika hasil pengukuran menunjukkan hal yang tidak normal, maka kita bisa berkonsultasi dengan dokter.

Dengan memanfaatkan catatan pengukuran tekanan darah yang dilakukan secara berkala, dokter akan lebih mudah dalam melakukan diagnosa sehingga penanganan yang dilakukan dapat lebih presisi. 

“Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara mandiri menggunakan OMRON Blood Pressure Monitor yang sudah diakui dan dipercaya oleh dokter-dokter di Indonesia. OMRON juga berinvestasi pada inovasi teknologi seperti InteliWrap Cuff dan Bluetooth Connection with aplikasi Omron Connect, sehingga setiap orang bisa memonitor tekanan darah secara mandiri dengan lebih nyaman dan menginformasikan kepada dokter mereka secara real time untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan keputusan yang lebih baik,” kata Herry Hendrayadi, Marketing Manager, OMRON Healthcare Indonesia.

(rr)