www.beningpost.com

Pemerintah harus segera bertindak cepat dalam membatasi distribusi BBM bersubsidi. Sebab, penikmat bantuan energi pemerintah itu ternyata sebagian besar kalangan mampu. Sementara orang miskin justru masih sedikit yang memanfaatkannya.

“Kita perlu mendorong reformasi subsidi BBM dengan memperbaiki mekanisme pemberiannya, karena kenyataanya selama ini subsidi BBM tidak dinikmati masyarakat pra-sejahtera,” kata Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang, Dr Lasmiatun dalam acara Pipamas Energy Talk bertajuk 'Sudah Efektifkah Pembatasan BBM?' di Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Rabu (23/11).

September lalu pemerintah telah menaikkan subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp502,4 triliun dalam APBN-Perubahan 2022. Angka ini meningkat tiga kali lipat dari pagu awal, Rp152,5 triliun.

Menurut Lasmiatun, penyesuaian harga BBM adalah langkah terakhir yang bisa diambil pemerintah. Sebab, harga minyak dunia terus meningkat, sementara harga jual BBM di Indonesia masih jauh dari nilai keekonomiannya.

Konsumsi Solar, kata Lasmiatun, 89 persen dimanfaatkan oleh dunia usaha dan 11 persen oleh masyarakat. Dari 11 persen itu, 95 persen penikmati subsidi BBM jenis solar adalah warga yang mampu. Sementara untuk Pertalite, 14 persen digunakan oleh dunia usaha dan 86 persen oleh masyarakat. Dari 86 persen itu, 80 persen dinikmati kalangan mampu dan bahkan orang kaya.

Karena itu, Lasmiatun menekankan tentang pentingnya upaya pemerintah dalam membatasi distribusi BBM bersubsidi. Upaya awal yang dapat dilakukan adalah dengan mendata kendaraan yang berhak mendapatkan subsidi energi. “Yaitu melalui platfrom MyPertamina dengan mensinkronkan dengan data dinas sosial,” ujarnya.

Namun, distribusi BBM bersubsidi tepat sasaran baru akan efektif jika pemerintah melindunginya dengan payung hukum. Tanpa aturan yang jelas, upaya mencegah kebocoran subsidi akan kandas. Karena itu, Lasmiatun meminta pemerintah segera menerbitkan revisi Perpres nomor 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. “Ini untuk mempertegas kriteria pengguna BBM bersubsidi dan jenis kendaraan," ujarnya.

Lasmiatun juga meminta pemerintah daerah turut aktif dalam mendukung program ini. Hal ini penting, agar amanat UU nomor 30/2007 tentang Energi yang memberikan subsidi bagi kelompok masyarakat tidak mampu, dapat dijalankan.

Pandangan itu dikuatkan oleh Dosen Hukum Internasional UGM, Agustina Merdekawati. Sebab, menurut dia, sampai saat ini tidak ada aturan maupun sanksi bagi masyarakat kaya yang menggunakan Pertalite.

“Subsidi memang hanya untuk golongan tidak mampu. Tapi salahkah jika golongan mampu juga membeli Pertalite? Secara moral salah. Tetapi secara hukum sebenarnya tidak,” ujarnya dengan tegas.

Karena itu, menurut dia, kriteria tentang siapa saja yang berhak menikmati BBM bersubsidi harus diatur dengan jelas dalam revisi Perpres 191/2014. Jika tidak, keinginan untuk mendistribusikan BBM bersubsidi tidak akan pernah tepat sasaran.

“Sampai saat ini untuk Pertalite masih belum ditentukan konsumen yang berhak menggunakannya. Baru akan diatur dalam revisi Perpres 191,” kata Agustina menutup keterangannya.

(rr/Syam)