foto: tribunnews.com

 

MS Mubarok - BeningPost
 
Gelar surganya para penikmat dan pengedar narkoba nampaknya masih lekat dijabat oleh negeri yang dipimpin Yudhoyono ini. Kasus narkoba Schapelle Leigh Corby cukup menjadi satu bukti. Grasi oleh Presiden SBY yang begitu gampangnya diberikan kepada Ratu Narkoba Corby memberikan sinyal kuat seolah-olah Indonesia memang sangat mengakui bahwa di negara ini terpidana narkoba mendapat tempat yang gurih dan homey. Selamat datang para penikmat narkoba. Begitu mungkin sambutannya.
 
Parahnya lagi pemberian grasi kepada Corby itu juga mengindikasikan betapa Australia telah mendikte Indonesia dengan seenak udelnya sendiri. Memang bukan hanya dalam hal narkoba saja negeri Kanguru itu menekan Indonesia, tetapi ihwal terorisme mereka juga rajin mendikte Indonesia. 
 
Publik Indonesia tahu, Australia sudah menekan pemerintah Indonesia sejak lama untuk mengupayakan perlindungan bagi Corby. Perlindungan Corby merupakan agenda lokal Australia. Publik menekan pemerintah Australia dan pada gilirannya pemerintah Australia menekan pemerintah Indonesia.
 
Masih teringat jelas, tekanan dilakukan mulai dari permintaan untuk membuat perjanjianTransfer of Sentenced Person (Pemindahan Terpidana), hingga akhirnya dikabulkannya grasi. Publik Indonesia tidak bisa terima bila tekanan tersebut berhasil. Apalagi untuk kejahatan perdagangan narkoba yang dapat merusak moralitas penerus bangsa.
 
Guna menghindari persepsi negatif dari publik Indonesia, Pemerintah SBY harus meminta agar Australia segera menyelesaikan sejumlah masalah hukum pihak Australia terhadap warga Indonesia. Salah satunya para nelayan yang ditahan tanpa persidangan di Australia.
 
Pemerintah SBY juga harus minta dengan senang hati cara-cara Australia untuk melakukan ekstradisi terhadap WNI yang sedang berada di negara lain dan negara tersebut memiliki perjanjian ekstradisi dengan Australia. Misalnya, kasus Radius Christanto, seorang WNI, yang sedang berada di Singapura untuk memeriksa kesehatannya diminta oleh otoritas Australia untuk diekstradisi atas dugaan kasus yang terjadi tahun 1999 yang masyhur dengan Kasus Sucurency.
 
Pemerintah Singapura pun sudah melakukan penahanan. Padahal antara Indonesia dan Australia memiliki perjanjian ekstradisi, bahkan selama ini Radius berada di Indonesia.
Bila cara Australia untuk meminta negara lain mengekstradisi WNI berhasil, bukannya tidak mungkin para bekas pejabat militer Indonesia yang dituduh di Australia melakukan kejahatan internasional ketika mereka berada di Singapura atau negara lain dimana Australia memiliki perjanjian akan berhasil pula.
 
Kinerja jajaran penegak hukum dalam upaya memberantas peredaran narkoba pun harus lebih ditingkatkan lagi, karena kualitas yang jauh dari lema maksimal. Yang tak kalah penting dan perlu dicatat: Tindakan tegas bagi pengedar dan pengguna yang harus dihukum lebih keras.
Indonesia tak perlu malu-malu meong mencontek negeri jiran Malaysia. Hukuman yang begitu berat membuat pengedar dan pengguna narkoba berpikir berjuta kali di sana, karena takut dihukum mati.
 
Bila tetap tak ada perubahan yang pasti maka semakin menunjukkan betapa gamangnya pemerintah Yudhoyono mengurus negeri ini. Pemberian remisi makin menunjukkan seolah-olah pemerintah menelan air ludahnya sendiri karena telah mengeluarkan kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana narkoba. Dan Australia, juga negara lain, pun akan tetap mengusik kedaulatan kita dan mempertontonkan kepada rakyat Indonesia bahwa hukum di negeri ini bisa ditawar-tawar.