Muhammad Sholich Mubarok

Bayangan Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta sudah di depan mata. Masyarakat yang aku warga Jakarta akan memilih pada pesta demokrasi yang jadinya akan dilaksanakan tanggal 11 Juli 2012. Nah, sebagian kawula muda, khususnya mahasiswa, harusnya bisa berpartisipasi aktif dalam pilkada dengan melakukan sejumlah hal. Yang sederhana, adalah mengenali kandidat gubernur dan wakilnya baik dari parpol ataupun independen. Lalu, pastikan nama kita masuk dalam jumlah pemilih sementara sehingga bisa segera lapor ke RT jika belum terdaftar. Jangan lupa, pada hari pemilihan harus datang ke tempat pemungutan suara.

“Pilkada? Gue pilih golput aja deh,”

Atau “Gue kapok pilih, mending nggak ikut aja deh,”.

Begitulah reaksi kawula muda tentang pilkada. Skeptisme mahasiwa pada pilkada lumayan tinggi. Praktik parpol tak member literasi politik feudal, oligarkis dan transaksional yang terlalu dominan dari pada elite politik sehingga kaum muda emoh ‘diberi’ kesempatan (termasuk sebagai pemilih).

Munculnya politik uang penyelenggaraan pilkada menjadi salah satu penyebab juga banyak kaum muda skeptis. Bahwa pilkada tak bisa membawa perubahan. Tak hanya cukup di situ, budaya popular dan hedonistic yang lebih bisa memalingkan perhatian kawula muda dari tawaran politik yang cenderung rumit dan dekat dengan jenuh tingkat tinggi.

Padahal posisi muda sangat strategis karena dari segi kuantitatif, seperti dalam Dinamika Komunikasi Politik-nya  Gun Gun Heryanto, persentase pemilih pemula sangat jarang di bawah 20 persen. Sementara dari kualitas, generasi muda notabene adalah generasi yang berapi-api semangat dan tinggi tingkat kreatifitasnya untuk menggerakkan demokrasi saat ini dan saat ke depan.

Untuk itu, saatnya kawula muda punya sikap dalam berpolitik. Dan pilkada adalah kesempatan emas untuk memilih kepala daerah yang dapat dipercaya dengan melihat rekam jejaknya. Sangat tak intelek  bagi mahasiswa yang memutuskan untuk golput. Alasan prasangka buruk terhadap calon, sikap trauma karena kapok dengan Gubernur sebelumnya atau karena tak kenal tokohnya dengan baik, sebaiknya pikiran seperti diperlega dengan mencari tahu bukan berdiam diri dengan  sikap masa bodoh.

Tak selamanya tokoh sesuai harapan, paling tidak ada tokoh yang mendekati atau mengupayakan Jakarta agar lebih baik. Dan kita berhak memilih itu, dan, sekali lagi, tak memilih jalan golput. Karena Anda puny hak untuk memilih, jika tak gunakan, jangan salahkan atau protes kepada pemerintah bila ada kebijakan yang tak menguntungkan publik.

Anda tak memilih golput? Jika iya, mari bersalaman!